Saat pertama kali membaca dan me-resume teori Thorndike, saya paling setuju dengan apa yang dikatakannya dalam law of readiness.
Bunyi pertama dari law of readiness adalah “jika seseorang siap melakukan suatu tindakan, maka melakukannya akan memuaskan”. Saya termasuk orang yang harus siap dulu baru bisa belajar. Siap disini artinya saya tertarik dengan materi, telah mengetahui sedikit mengenai materi itu dan tidak dalam kondisi yang buruk (sakit, lapar atau dalam keadaan emosi negatif). Jika saya memasuki kelas dalam keadaan siap, saya akan dengan mudah menyerap apapun materi yang disampaikan, baik dari ceramah dari dosen maupun presentasi yang dibawakan teman-teman. Namun sebaliknya, bila saya masuk ke kelas dalam keadaan tidak siap, saya akan kesulitan memahami apapun materi yang disampaikan dan apabila keadaan saya benar-benar buruk, hal yang paling simpel pun akan susah dimengerti. Hal ini tentu saja tidak saya sadari pada semester awal perkuliahan. Pada saat semester 1, saya selalu masuk ke kelas tanpa persiapan. Jadi, di kelas terkadang ada informasi yang masuk, dan kebanyakan tidak. Jadi, pada saat ujian, barulah membaca semua buku. Lalu, semakin lama, saya mulai menyadari hal ini, jadi, saya berusaha setidaknya membaca sedikit dari materi hari itu. Tetapi hal inipun sampai sekarang belum bisa saya terapkan secara sempurna. Terkadang bila saya masuk beberapa mata kuliah sekaligus dalam satu hari, saya hanya membaca salah satunya saja. Terkadang topiknya tidak menyenangkan, akhirnya saya tidak membaca. Di lain waktu, karena di awal sudah tidak mengerti, akhirnya tidak baca lagi.
Yang kedua adalah “jika seseorang siap melakukan suatu tindakan, maka tidak melakukannya akan menjengkelkan”. Hal ini saya alami beberapa kali selama kuliah di Fakultas Psikologi. Saat akan melakukan presentasi di depan kelas, saya akan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar teman-teman bisa mengerti dengan baik mengenai materi yang akan saya sampaikan. Sebelumnya saya juga menyusun dulu kata-kata yang pas agar tidak salah diartikan. Dalam kehidupan ini, tentu saja tidak semua hal bisa diramalkan. Terkadang tetap saja ada hal-hal yang di luar dari ekspektansi kita. Pernah beberapa kali, saat saya siap untuk presentasi, ternyata dosennya tidak bisa hadir. Tentu saja saya merasa sedikit kesal. Apalagi saya memikirkan harus mempersiapkan diri lagi dari awal.
Yang terakhir, “jika seseorang belum siap melakukan sesuatu tetapi dipaksa melakukannya, maka melakukannya akan menjengkelkan”. Hal ini paling sering terjadi saat kuis dadakan. Saya belum siap dan belum belajar tapi diharuskan untuk kuis, jadi, tidak heran kalau hasilnya akhirnya tidak bagus dan akhirnya saya merasa kesal seharian. Biarpun pada pertemuan lalu saya mengikuti kuliah dengan baik, mendengarkan dengan cermat dan mengerti apa yang disampaikan, saya tetap merasa kesulitan untuk mengikuti kuis dadakan. Saya adalah tipe orang yang tidak bisa ingat bila hanya mendengar atau membaca satu kali saja. Saya tetap harus mengulang satu kali sebelum ujian atau kuis. Jika soal ujiannya hanya seputar pemahaman, terkadang saya masih mampu untuk menjawab. Namun, bila sudah menguji ingatan dan diminta untuk menyebutkan istilah, jarang sekali ada soal yang bisa saya jawab dengan sempurna.
Referensi
Hergenhahn, B.R & Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). Jakarta : Kencana Prenada Mulia.
Hergenhahn, B.R & Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). Jakarta : Kencana Prenada Mulia.
0 komentar:
Posting Komentar