Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menekankan pengajaran top down daripada bottom-up, artinya siswa memulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan.
Pembelajar dalam kontruktivis :
1. Pembelajar adalah individu yang unik
Setiap pembelajar adalah individu yang unik dengan kebutuhan dan latar belakang yang berbeda. Oleh karena itu, hal ini harus dipertimbangkan dalam proses belajar.
2. Pentingnya latar belakang dan budaya pembelajar
Penting untuk mempertimbangkan latar belakang dan kebudayaan dalam proses belajar karena latar belakang membantu kita memahami bagaimana seorang individu menciptakan atau menemukan informasi dalam proses belajar.
3. Tanggung jawab untuk belajar
Individu harus terlibat aktif dalam proses belajar dan membangun pemahaman mereka sendiri.
4. Motivasi untuk belajar
Motivasi untuk belajar tergantung pada kepercayaan diri seorang individu terhadap potensinya. Dengan berhasil menyelesaikan tugas menantang di masa lalu, seorang individu akan lebih percaya diri dan termotivasi untuk menghadapi tugas lain yang lebih kompleks.
Peran Instruktur :
Menurut pendekatan konstruktivis, pengajar berperan sebagai fasilitator dengan membantu individu mendapatkan pemahamannya sendiri. Seorang fasilitator memberikan dukungan dari belakang, menyediakan petunjuk untuk individu agar mampu mendapat kesimpulan dari apa yang dipelajarinya, dan berdialog dengan siswanya.
Beberapa strategi belajar kooperatif yaitu :
- Jigsaw Classroom: siswa menjadi “ahli/pakar” dalam suatu tugas kelompok dan mengajari siswa lainnya dalam kelompom tersebut.
- Structured Controversies: Siswa bekerja bersama dalam meneliti masalah tertentu.
Beberapa kondisi belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan konstruktivisme :
1. Menyediakan lingkungan belajar yang kompleks dengan melakukan aktivitas nyata.
Tokoh konstruktivis percaya bahwa menyederhanakan tugas akan mencegah siswa untuk belajar bagaimana menyelesaikan masalah yang kompleks yang akan mereka hadapi dalam kehidupan nyata.
2. Memfasilitasi social negotiation sebagai bagian penting dalam belajar.
Konstruktivis menekankan pada kolaborasi sebagai fitur penting dalam lingkungan belajar. Kolaborasi tidak hanya dengan meminta siswa bekerja sama dalam kelompok atau saling berbagi ilmu pengetahuan mereka dengan siswa yang lain. Kolaborasi memungkinkan munculnya insight dan solusi.
Fungsi kolaborasi lainnya dalam lingkungan belajar adalah untuk membantu siswa memahami sudut pandang orang lain.
3. Penjabaran isi pembelajaran dengan memasukkan multiple modes of representation
Spiro dan koleganya mencetuskan multiple juxtapositions of instructional content. Untuk menghindari pemahaman parsial adalah dengan memahami materi yang sama dengan berbagai perspektif yang berbeda. Kemudian, dengan menggunakan multiple modes of representation, melihat materi melalui berbagai sensori yang berbeda (seperti visual dan auditory), bisa memungkinkan kita untuk melihat berbagai aspek yang berbeda.
4. Nurturance reflexity
Reflexivity menurut Cunningham adalah kemampuan siswa untuk menyadari peran mereka dalam proses pembentukan pengetahuan. Dengan reflexivity, sikap kritis muncul dalam diri siswa yaitu sebuah sikap yang membantu mereka untuk lebih menyadari bagaimana dan struktur apa yang mempunyai arti. Ketika siswa menyadari bahwa seperangkat asumsi tertentu membentuk pemahaman mereka, mereka bebas mengeksplorasi apa yang dapat dihasilkan oleh seperangkat asumsi yang berbeda.
5. Menekankan pada pembelajaran yang beorientasi pada siswa.
Menurut konstruktivisme, siswa bukan penerima pasif dari sebuah pembelajaran yang telah dirancang untuk mereka. Siswa secara aktif terlibat dalam menentukan apa yang menjadi need mereka dan bagaimana memenuhi need itu.
0 komentar:
Posting Komentar